Kali Ini Kementrian Agama Turun Karena Pemotongan Gaji Saat Sholat Jumat
Kabar Surabaya – Di balik pagar pabrik UD Sentosa Seal di Surabaya, cerita-cerita buram tentang pelanggaran hak pekerja mulai mencuat ke permukaan. Satu per satu mantan karyawan angkat suara, menyingkap praktik yang diduga melanggar hukum dan merampas hak dasar para buruh. Dari pemotongan gaji karena beribadah, denda tak masuk kerja, hingga penahanan ijazah—semua menimbulkan satu pertanyaan besar: ada apa dengan manajemen Jan Hwa Diana?
Gaji Dipotong karena Sholat Jumat
Peter Evril Sitorus, mantan karyawan non-Muslim, membuka tabir pertama. Dalam keterangannya di Polres Pelabuhan Tanjung Perak, ia menyebut rekan-rekannya yang menjalankan ibadah sholat Jumat dikenai potongan gaji Rp 10.000.
“Gaji harian kami cuma Rp 80.000. Dan kalau mereka sholat Jumat, itu dipotong sepuluh ribu. Katanya untuk mengganti waktu istirahat yang lebih lama,” ungkap Peter.
Kesaksian ini diperkuat oleh rekaman video dari mantan karyawan lain yang tersebar melalui akun resmi Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji. Dalam video itu, ia menyebut waktu sholat Jumat dianggap melebihi jam istirahat, sehingga dikenai denda.
Pertanyaannya: apakah hak beribadah kini harus dibayar dengan potongan upah?
Denda Tak Masuk Kerja: Rp 150 Ribu Sehari
Tak hanya itu, Peter juga mengungkap sistem penalti yang dinilai semena-mena. Jika seorang pekerja tidak masuk kerja satu hari, perusahaan langsung memotong gaji sebesar Rp 150 ribu—nyaris dua kali lipat dari upah harian.
“Saya pernah absen satu hari, dipotong seratus lima puluh ribu. Padahal upah saya cuma delapan puluh ribu. Kalau kerja lembur pun enggak dihitung,” katanya.
Tak ada transparansi, tak ada surat resmi. Semua dilakukan secara lisan, dalam sistem yang ia sebut “aturan sepihak”.
Penahanan Ijazah Lebih dari 50 Karyawan
“Kalau enggak mau nitip ijazah, mereka harus bayar uang jaminan dua juta rupiah. Itu berlaku untuk semua,” ujar Ananda.
Menurutnya, lebih dari 50 karyawan mengalami hal serupa. Tanpa ijazah, mereka tak bisa melamar kerja di tempat lain. Beberapa di antara mereka bahkan nekat berpura-pura bersikap buruk agar dipecat dan ijazah dikembalikan—namun tetap gagal.
“Saya sengaja bikin kesalahan biar dikeluarkan, ternyata ijazah saya tetap ditahan. Saya disuruh bayar Rp 2 juta,” ujar Peter.
Gaji Tak Dilunasi Setelah Resign
Dugaan pelanggaran lainnya menyasar praktik pemotongan atau bahkan penghilangan hak gaji setelah karyawan mengundurkan diri. Kuasa hukum para mantan karyawan, Edi Kuncoro Prayitno, menyebut ada sejumlah orang yang hingga kini belum menerima gaji terakhir mereka.
“Ini bukan satu atau dua orang. Mereka sudah resign, tapi haknya belum diberikan. Kami minta kepolisian segera turun tangan, termasuk mengamankan dokumen dan barang bukti dari lokasi,” tegas Edi.
Kementerian Agama Siap Turun Tangan
/div>
Namun, hingga saat ini laporan resmi belum diterima oleh pihak kementerian.
Pemkot dan DPRD Surabaya Bergerak
Pemerintah Kota Surabaya tak tinggal diam. Tim hukum telah disiapkan untuk mendampingi para korban. DPRD pun menyoroti legalitas operasional UD Sentosa Seal, mempertanyakan apakah perusahaan ini benar-benar mematuhi peraturan ketenagakerjaan.
Kesimpulan Sementara:
Praktik pemotongan gaji karena beribadah, denda kerja yang tak masuk akal, penahanan ijazah, dan penghilangan hak atas gaji adalah pelanggaran serius. Jika tuduhan ini terbukti, maka UD Sentosa Seal bisa terjerat sejumlah pelanggaran hukum perburuhan dan HAM.
Kini, sorotan publik dan tekanan hukum mulai membesar. Namun nasib para mantan karyawan masih menggantung. Yang mereka minta sederhana: gaji yang layak, perlakuan manusiawi, dan ijazah yang dikembalikan.
No comments:
Post a Comment